Rabu, 02 November 2011

bedug

Bedug Purworejo

Bedug merupakan sebuah alat yang biasanya digunakan di masjid-masjid atau musholla (kebanyakan di daerah Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur) untuk memberitahukan telah masuk waktu sholat bagi orang Islam, paling sering ditabuh pada hari Jumat, sebelum sholat Jumat. Salah satu bedug terbesar, konon terbesar di dunia seperti yang tertulis di data-data tentang bedug tersebut adalah Bedug Masjid Jami’ Purworejo, Jawa Tengah. Bedug tersebut terbuat dari kayu jati, sering disebut kayu jati Pendowo.
bedugpurworejo.jpg
Bedug itulah yang selama ini disebutkan sebagai kelebihan Purworejo, dalam hal peninggalan budaya masa lalu. Selanjutnya diarahkan menjadi daya tarik wisata Purworejo. Apakah bedug tersebut benar-benar menajdi daya tarik Purworejo? Secara pasti saya kurang tahu, tetapi dari beberapa kali saya ke Purworejo kalau sedang pulang kampung, dan sempat ke Masjid Jami’ Purworejo, meskipun hari libur panjang, tetapi pengunjung atau orang yang sholat di masjid itu dan memperhatikan bedug yang terletak di sebelah depan-kiri itu, ternyata tidak begitu banyak.
databedugpurworejo.jpg
Setelah disebut atau diklaim sebagai bedug terbesar, lalu apa yang mesti dilakukan? Apakah hanya berhenti seperti itu? Sebenarnya kalau kita (terutama warga Purworejo, di daerah asal maupun di perantauan) mau lebih dalam memaknai, maka seharusnya ada upaya-upaya untuk mengambil sikap, menjadi lebih arif, lebih bersemangat dalam belajar dan bekerja/berkarya, dan sebagainya. Sangat sering simbol yang pada penciptaanya dimaksudkan agar dipelajari dan dikupas maknanya secara lebih dalam, tetapi hanya berhenti hanya sebagai simbol yang diam, bisu dan tak berarti. Masyarakat Indonesia, terutama Jawa yang akrab dengan simbolisme, dalam beberapa tahun ini menjadi kian pragmatis. Tidak mau dengan pemikiran yang dianggap kuno dan memakan banyak waktu, tetapi lebih suka yang praktis dan banal, lebih sering menukai hal-hal yang sedang dan mudah jadi trend atau mainstream.
Kian banyak masjid atau musholla yang bangunan fisiknya megah, tetapi apakah sehabis maghrib masih seramai dulu? Dulu waktu musholla atau kadang disebut langgar masih berdinding anyaman bambu, berlantai kayu karena bangunan rumah panggung, berlampu minyak tanah; sebelum ada listrik masuk desa, sebelum banyak televisi di rumah-rumah, sehabis maghrib banyak orang mengaji di musholla dan di rumah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar